KPK Sedih Menangkap Hakim Agung ; kasus korupsi di lembaga peradilan menyedihkan

KPK Sedih Menangkap Hakim Agung ; kasus korupsi di lembaga peradilan menyedihkan



NEAJURNAL-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim agung.

Sebelumnya, KPK menyatakan telah menangkap sejumlah orang di Jakarta dan Semarang terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
 
"KPK bersedih harus menangkap Hakim Agung," kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/9/2022).

Ghufron berharap penangkapan terhadap aparat hukum ini menjadi yang terakhir. Ia mengaku prihatin dan menyebut kasus korupsi di lembaga peradilan menyedihkan.

Menurut Ghufron, lembaga peradilan semestinya menjadi tonggak keadilan bagi bangsa Indonesia. Namun, lembaga peradilan itu justru tercemari kasus korupsi.

"Artinya dunia peradilan dan hukum kita yang semestinya berdasar bukti tapi masih tercemari uang," kata Ghufron.

"Para penegak hukum yang diharapkan menjadi Pilar keadilan bagi bangsa ternyata menjualnya dengan uang," sambungnya.

Menurut Ghufron, KPK sebelumnya telah melaksanakan program pembinaan untuk insan di lingkungan Mahkamah Agung, baik hakim maupun pejabat struktural.

Pihaknya berharap tidak ada lagi kasus korupsi terjadi di lingkungan lembaga peradilan tinggi itu. Ia juga berharap Mahkamah Agung akan melakukan pembenahan yang mendasar.

"Jangan hanya kucing-kucingan, berhenti sejenak ketika ada penangkapan namun kembali kambuh setelah agak lama," kata Ghufron.

Sebelumnya, KPK menyatakan melakukan tangkap tangan terhadap sejumlah orang di Semarang dan Jakarta. Para pelaku diduga melakukan tindak pidana suap atau pungutan tak sah terkait pengurusan perkara di MA.

Dalam operasi itu, KPK mengamankan sejumlah orang dan alat bukti berupa pecahan mata uang asing.

"KPK mengamankan orang dan sejumlah uang dalam giat ini yang masih terus kami kembangkan," kata Ghufron, melansir Kompas.

Saat ini, para pelaku sudah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK dan proses penyelidikan masih berlangsung. KPK meminta semua pihak bersabar dan akan mengumumkan perkembangan informasi lebih lanjut.

Kasus Dugaan Korupsi Dana Koperasi dan UMKM, KPK Tahan 4 Tersangka

Kasus Dugaan Korupsi Dana Koperasi dan UMKM, KPK Tahan 4 Tersangka

         Foto: MPI/Arie Dwi Satrio

NEAJURNAL-Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) di Provinsi Jawa Barat. Usai ditetapkan sebagai tersangka, keempatnya langsung ditahan.


Keempat tersangka tersebut adalah Direktur LPDB-KUMKM periode 2010 - 2017 Kemas Danial (KD), Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jabar Dodi Kurniadi (DK), Sekretaris II Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jabar Deden Wahyudi (DW), serta Direktur Pancamulti Niagapratama Stevanus Kusnadi (SK).


"Diawali pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan perkara ini pada tahap penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan empat tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2022).



Para tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni, berbuat korupsi terkait penyaluran dana bergulir koperasi dan UMKM yang diduga fiktif. Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp116,8 miliar.


KPK langsung melakukan proses penahanan terhadap keempat tersangka tersebut. Keempatnya ditahan usai diperiksa sebagai tersangka. Mereka ditahan di rumah tahanan (Rutan) yang berbeda-beda untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini.


KPK menahan Kemas Danial di rutan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Sedangkan tersangka Dodi Kurniadi dan Deden Wahyudi ditahan di rutan belakang Gedung lama KPK, Jakarta Selatan. Sementara Stevanus Kusnadi, dititipkan di rutan KPK Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta.


"Tim penyidik menahan para tersangka, masing-masing selama 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 15 September 2022 sampai dengan 4 Oktober 2022," kata Ghufron, melansir sindonews.


Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Bupati Pemalang Mukti Agung Kena OTT KPK Terkait Dugaan Suap

Bupati Pemalang Mukti Agung Kena OTT KPK Terkait Dugaan Suap


NEAJURNAL-Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut penangkapan terhadap Bupati Pemalang Jawa Tengah Mukti Agung Wibowo terkait dengan dugaan suap.

"MAW (Mukti Agung Wibowo) dan beberapa orang yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap," kata Firli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat pagi, melansir Antara.

Saat ini, kata Firli, tim di Kedeputian Penindakan KPK masih bekerja. KPK masih minta keterangan terhadap para pihak yang telah ditangkap tersebut.

"Rekan-rekan dari Kedeputian Penindakan masih terus bekerja. Pada saatnya kami akan memberikan penjelasan kepada publik," kata Firli.

Sebelumnya, KPK menangkap terhadap beberapa orang, termasuk Bupati Pemalang pada hari Kamis (11/8). Saat ini mereka sedang diperiksa intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status dari para pihak yang tertangkap tersebut.


Eks Plh Bupati Banjarnegara Syamsudin Juga Dipanggil KPK

Eks Plh Bupati Banjarnegara Syamsudin Juga Dipanggil KPK

,


NEAJURNAL-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap mantan Pelaksana harian (Plh) Bupati Banjarnegara, Syamsudin terkait korupsi perkara korupsi Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun 2019-2021.

Ia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS). Selain Syamsudin, lembaga rasuh tersebut juga memeriksa tiga saksi dari pihak swasta.

Ketiga saksi itu yakni pihak Swasta dari PT. Putra Wali Mandiri- Irfan Puji Laksono. Kemudian  Cahyono Tulus pihak swasta CV. Srikandi dan Asep Mochamad Ishak pihak swasta CV Solusi Raya Prima.

“Hari ini (28/6) pemeriksaan saksi TPK di pemerintahan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2019-2021 untuk tsk BS,” kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/6/2022).

“Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, Jl. Reksobayan No.1, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, D.I Yogyakarta,” ujar Ali.

Diketahui, KPK kembali menetapkan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara dan dugaan penerimaan Gratifikasi.

Saat ini proses pengumpulan alat bukti sedang berjalan diantaranya dengan agenda pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi.

Sebelumnya, Budhi Sarwono sudah dijerat pada dua perkara di lembaga antirasuah. Pertama terkait perkara suap dalam pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara.

Pada kasus ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang telah memvonis Budhi Sarwono dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider enam bulan penjara.

Sementara kasus berikutnya yaitu tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan pada perkara suap. Saat ini prosesnya masih pada pemanggilan saksi-saksi.

Dalam perkara Pencucian Uang, KPK juga telah menyita aset milik tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono (BS) senilai Rp10 miliar.

 
Budhi Sarwono Kembali Jadi Tersangka

Budhi Sarwono Kembali Jadi Tersangka


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono sebagai tersangka. Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret Budhi.

"Saat ini, dalam pengusutan penyidikan perkara awal, tim penyidik KPK berdasarkan adanya kecukupan alat bukti kembali menemukan dugaan perbuatan pidana lain yang diduga dilakukan oleh tersangka BS (Budhi Sarwono) dkk," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, Senin (13/6).

"Yaitu dugaan TPK [Tindak Pidana Korupsi] terkait penyelenggara negara yang dengan sengaja baik langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara, Jawa Tengah Tahun 2019-2021 dan dugaan penerimaan gratifikasi," sambungnya.

Ali menuturkan pengumpulan alat bukti saat ini tengah dilakukan, di antaranya dengan memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Pada hari ini, Selasa (14/6), KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota DPR Fraksi Demokrat Lasmi Indaryani.

"Kami berharap saksi kooperatif hadir memenuhi panggilan untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK bertempat di Kejati Jawa Tengah di Semarang," ucap Ali.

Budhi Sarwono sebelumnya divonis delapan tahun penjara dan denda Rp700 juta subsidair enam bulan kurungan dalam kasus suap dan gratifikasi terkait berbagai proyek yang melibatkan tiga perusahaan miliknya kurun waktu 2017-2018. Putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah.

Lebih lanjut, Budhi juga dijerat dengan Pasal TPPU yang saat ini masih dalam proses penyidikan. Tim KPK telah menyita aset senilai Rp10 miliar dalam penanganan kasus pencucian uang tersebut.



Budhi Sarwono Dituntut Penjara 12 Tahun Denda 700 Juta

Budhi Sarwono Dituntut Penjara 12 Tahun Denda 700 Juta


NEAJURNAL-Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono dituntut hukuman 12 tahun penjara, terkait 
 kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam berbagai proyek yang diduga melibatkan tiga perusahaan miliknya pada kurun waktu 2017 hingga 2018.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Meyer Simanjuntak dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Jumat, 20 Mei 2022,  juga menuntut Budhi dengan hukuman denda sebesar Rp 700 juta yang Jika tidak bayarkan, akan diganti dengan kurungan selama enam bulan.

Selain itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan tambahan hukuman, yaitu berupa  uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 26,02 miliar. 

Apabila tidak dibayarkan 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap,  maka akan diganti dengan kurungan penjara selama 5 tahun.

Terdakwa terbukti Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan pertama dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan kedua.

Adapun dalam pertimbangannya, jaksa menilai terdakwa dengan kewenangan yang dimilikinya seharusnya berperan aktif dalam mencegah praktik korupsi, namun tidak dilakukan dan justru terdakwa terlibat dalam melanggengkan praktik korupsi.

Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rochmad tersebut.

Dalam sidang yang digelar secara hibrid tersebut, diadili pura orang kepercayaan Budhi Sarwono, Kedy Afandi. Jaksa menuntut Kedy dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp700 juta.

Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menyampaikan pembelaan pada sidang pekan depan.

Budhi Sarwono didakwa menerima suap Rp18,7 miliar dan gratifikasi Rp7,5 miliar dari berbagai proyek yang diduga melibatkan tiga perusahaan miliknya. Berbagai proyek infrastruktur jalan tersebut dibiayai dengan APBD 2017 dan 2018.

 (Sumber: Antara)