Banding Ditolak, Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati

Banding Ditolak, Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati


NEAJURNAL - Irjen Ferdy Sambo resmi dipecat dari Polri. Sempat tak terima atas pemecatan dirinya, Sambo mengajukan banding melalui Komisi Kode Etik Polri (KKEP).


Namun, sidang KKEP menolak bandingnya. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut resmi diberhentikan secara tidak hormat.


Kini, perwira tinggi Polri itu dibayangi ancaman hukuman mati sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sambo sedianya mengukir karier moncer selama berkiprah hampir tiga dekade di kepolisian. Dia bahkan disebut-sebut sebagai jenderal bintang dua termuda.


Pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, 19 Februari 1973 itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1994.


Sambo berpengalaman di bidang reserse. Tahun 2010 dia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Barat.


Kariernya terus menanjak hingga tahun 2012 ditunjuk sebagai Kapolres Purbalingga. Setahun setelahnya, dia menjabat sebagai Kapolres Brebes.Kian melesat, pada 2015 Sambo menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Metro Jaya.


Dikutip dari Kompas Dia juga sempat dipercaya menjadi Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV, lalu Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 2016.


Lalu, 16 November 2020 Sambo mulai menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri. Siapa sangka, ini merupakan jabatan terakhirnya sebelum didepak dari Polri.


Sepanjang kariernya, Sambo pernah terlibat dalam pengungkapan sederet kasus besar seperti bom Sarinah Thamrin (2016), kasus kopi mengandung sianida (2016), kasus surat palsu tersangka Djoko Tjandra (2018), hingga kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI (2020).Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menjadi awal mula runtuhnya karier Sambo di Institusi Bhayangkara. Kasus ini pertama kali terungkap pada 11 Juli 2022.


Bersama dengan 9 anggota kepolisian lainnya, Sambo dimutasi sebagai perwira tinggi (pati) Pelayanan Markas (Yanma) Polri.


Seluruhnya diduga melanggar kode etik karena tidak profesional dalam menangani kasus kematian Brigadir J.Pengusutan kasus kematian Brigadir Yosua pun terus berjalan. Tepat 9 Agustus 2022, Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana.


Kapolri Jenderal Listyo Prabowo memastikan, tak ada insiden baku tembak maupun pelecehan di rumah Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.


Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.


Sebelum Sambo, Bharada E sudah lebih dulu menjadi tersangka. Selain itu, ajudan istri Sambo bernama Ricky Rizal atau Bripka RR serta asisten rumah tangga (ART) Sambo, Kuat Ma'ruf, juga ditetapkan sebagai tersangka.


Menyusul Sambo, pada Jumat (19/8/2022), giliran istri Sambo, Putri Candrawathi, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.


Kelimanya disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).


Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.Tak hanya diduga menjadi otak pembunuhan, Sambo juga menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.


Perbuatan menghalangi penyidikan dalam kasus ini mulai dari perusakan dan penghilangan CCTV, hingga perusakan tempat kejadian perkara (TKP).Dalam perkara ini, Sambo tak sendiri. Ada enam polisi lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.


Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.


Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.Sambo sempat mengajukan permohonan pengunduran diri dari Polri beberapa hari sebelum sidang KKEP. Namun, permohonan itu ditolak oleh Kapolri.


Kini, polisi masih terus melanjutkan proses hukum terhadap Sambo terkait kasus kematian Brigadir J. Ancaman sanksi puluhan tahun penjara, bahkan mungkin hukuman mati, membayangi mantan petinggi Polri itu.

Kejagung Terima pelimpahan berkas perkara tahap I Ferdy Sambo dan enam Tersangka Lain

Kejagung Terima pelimpahan berkas perkara tahap I Ferdy Sambo dan enam Tersangka Lain


NEAJURNAL-Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerima pelimpahan berkas perkara (tahap I) Ferdy Sambo (FS) dan enam tersangka lainnya.


"Tersangka yaitu FS, dengan berkas perkara nomor: BP/25/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Kamis (15/9/2022).


Selain itu tersangka BW, dengan berkas perkara nomor: BP/19/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022.


Tersangka ARA, dengan berkas perkara nomor: BP/20/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022.


Kemudian, tesangka CP, dengan berkas perkara nomor: BP/21/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022.


Tersangka HK, dengan berkas perkara nomor: BP/22/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022.


Berkas perkara tersangka AN, dengan berkas perkara nomor: BP/23/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022, dan tersangka IW, dengan berkas perkara nomor: BP/309/IX/2022/DITTIPIDSIBER tanggal 14 September 2022.


Adapun tujuh orang tersangka terkait dalam dugaan tindak pidana melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.


Kemudian, dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik dan atau menghalangi, menghilangkan bukti elektronik.


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 jo. Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


"Selanjutnya berkas perkara tersebut akan dilakukan penelitian oleh Jaksa Peneliti (Jaksa P-16) yang ditunjuk dalam jangka waktu 14 hari untuk menentukan apakah berkas perkara dapat dinyatakan lengkap atau belum secara formil maupun materiil (P.18)," terang Sumedana.


Sumedana menyatakan, selama dalam penelitian berkas perkara dan untuk mengefektifkan waktu yang diberikan oleh Undang-undang, Jaksa Peneliti akan melakukan koordinasi dengan Penyidik guna mempercepat penyelesaian proses penyidikan.

(Infopublik.id)

Brigadir Yosua Mohon-mohon Sebelum Dieksekusi Bharada E

Brigadir Yosua Mohon-mohon Sebelum Dieksekusi Bharada E


NEAJURNAL Rekonstruksi yang digelar di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo menunjukkan detik-detik Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J sebelum ditembak Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Brigadir J sempat memohon-mohon sebelum ditembak Bharada E.


Rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J disiarkan secara langsung lewat akun YouTube Polri TV, Selasa (30/8/2022). Dilansir dari detiknews Bharada E, yang mengenakan baju tahanan oranye, tampak berdiri menghadap Brigadir J. Dalam rekonstruksi ini, adegan Brigadir J diperankan oleh pemeran pengganti yang tampak mengenakan baju berwarna putih.


Bharada E terlihat memegang pistol dan mengarahkannya ke Brigadir J. Brigadir J, yang diperankan pemeran pengganti, tampak menunduk dan seolah memohon-mohon kepada Bharada E. Keterangan mengenai momen Brigadir J menunduk dan memohon-mohon juga disampaikan oleh pembawa acara Polri TV.


"Terlihat Bharada Eliezer seperti mengeluarkan senjata dari dalam saku celananya. Kemudian seperti mengarahkan senjata itu kepada korban Brigadir Yosua. Kemudian korban Brigadir Yosua nampak seperti menunduk atau memohon kepada Bharada Eliezer," ujar pembawa acara Polri TV.


Seperti diketahui, 51 dari 78 adegan telah diperagakan dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Ke-51 adegan itu berisi reka ulang peristiwa di rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang dan rumah pribadinya di Jakarta Selatan.


"Sudah adegan ke-51," kata Kadiv Humas Irjen Dedi Prasetyo saat dimintai konfirmasi, Selasa (30/8).


Dedi mengatakan 51 adegan tersebut terdiri dari 16 adegan di rumah Magelang dan 35 adegan di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III tempat para tersangka merencanakan pembunuhan Brigadir J.


Berikut rincian ke-78 adegan tersebut:

- Di rumah Magelang sebanyak 16 adegan (meliputi peristiwa pada 4, 7, dan 8 Juli 2022);

- Di rumah Saguling sebanyak 35 adegan (meliputi peristiwa pada 8 Juli dan pasca-pembunuhan Brigadir Yosua);

- Di rumah Kompleks Polri Duren Tiga sebanyak 27 adegan (peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua).


Dalam kasus ini, ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi.

Anggota Brimob  Bentak Wartawan Saat Liput Ferdy Sambo, Kadiv Humas Polri Minta Maaf

Anggota Brimob Bentak Wartawan Saat Liput Ferdy Sambo, Kadiv Humas Polri Minta Maaf


NEAJURNAL- Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menyampaikan permohonan maaf atas insiden anggota Brimob membentak wartawan yang meliput proses sidang komisi kode etik Polri (KKEP) terhadap Ferdy Sambo di Mabes Polri.

“Saya selaku Kadiv Humas pertama kali menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada media,” kata Dedi, saat konferensi pers sidang KKEP Ferdy Sambo di Mabes Polri, Jumat dini hari.

Insiden anggota Brimob membentak wartawan terjadi Kamis (25/8) pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Saat itu wartawan diperbolehkan oleh Kadiv Humas Polri dapat mengambil gambar di dalam gedung untuk meliput persiapan Sidang KKEP.

Namun, anggota Brimob yang menjaga proses persidangan melakukan pengamanan ketat, membentak wartawan. Media yang berupaya mendapatkan gambar momen Ferdy Sambo berjalan masuk ke ruang sidang terlibat dorong-dorongan, sehingga petugas semakin memperketat penjagaan.

Seorang anggota Brimob berseragam lengkap dengan penutup wajah dan kaca mata dengan lantang berteriak kepada media yang berupaya mendapatkan gambar. Teriakan tersebut membahana dalam gedung, seolah ada perbedaan instruksi dalam penjagaan peliputan.

Karena media masuk ke dalam gedung atas arahan Humas untuk bisa mengambil gambar momen Ferdy Sambo dan para saksi masuk ke ruang sidang. Namun terhalang oleh petugas yang menjaga ketat Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri.

“Mungkin di dalam peliputan sidang KKEP hari ini mungkin kurang berkenan, ada hal-hal yang membuat rekan-rekan kurang nyaman. Mungkin peristiwa tadi pagi ya, saya mohon maaf kepada rekan-rekan,” ujar Dedi.

Pada saat itu sejumlah media yang merekam secara langsung kegiatan Sidang KKEP langsung tersebar video teriakan anggota Brimob ke media sosial dan viral.

Sidang KKEP Irjen Pol. Ferdy Sambo dimulai pukul 09.25 WIB, berlangsung secara tertutup. Sidang berlangsung selama hampir 18 jam, berakhir dengan pembacaan putusan komisi kode etik Polri yang disiarkan oleh Polri TV melalui layar monitor di luar Gedung TNCC pukul 02.00 WIB.

Dalam sidang dihadirkan 15 orang saksi, di antaranya Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Saksi termasuk juga sejumlah perwira Polri yang dicopot dari jabatannya karena terlibat obstruction of justice, di antaranya Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Brigjen Pol. Benny Ali, Koombes Pol. Budhi Herdi Susianto.

Majelis komisi etik Polri menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) kepada Ferdy Sambo, kemudian sanksi etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, serta sanksi administratif berupa penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari.

Usai putusan sidang etik, Ferdy Sambo mengajukan banding yang merupakan haknya sesuai Pasal 69 Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022.

(Antara)
Polri Sebut Pengakuan Irjen Ferdy Sambo Marah setelah Dapat Laporan Istri

Polri Sebut Pengakuan Irjen Ferdy Sambo Marah setelah Dapat Laporan Istri

            Irjen Ferdy Sambo

NEAJURNAL-Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan tersangka Irjen Pol Ferdy Sambo (FS) mengaku marah setelah mendapat laporan dari istrinya PC.

“Ini pengakuan FS dalam berita acara pemeriksaan (BAP),” Katanya saat memberikan keterangan pers di Mako Brimob, Depok, Kamis malam.

FS diperiksa sejak pukul 11.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Dalam keterangannya, FS mengatakan dia marah dan emosi setelah mendapatkan laporan dari istrinya PC, karena mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang oleh Brigadir J.

“FS memanggil tersangka RE dan RR untuk melalukan perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J,” ungkap Rian. Dia berjanji akan segera menyelesaikan berkas perkara tersebut untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan dan pengadilan.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menegaskan sesuai Instruksi Kapolri, kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan secara cepat.

“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak kejaksaan, agar berkas perkara tidak terlalu lama segera dilimpahkan ke kejaksaan dan segera digelar di persidangan,” katanya menegaskan.

Sebelumnya, Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM.

Keempatnya diduga melakukan pembunuhan berencana, Bharada E menembak Brigadir J atas perintah Irjen Pol. Ferdy Sambo, sedangkan tersangka Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf ikut melihat dan membiarkan peristiwa tersebut terjadi.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

(Antara)